November 2010 saya pergi ke salah satu kota di Jawa Timur untuk melakukan riset mengenai petani dan buruh tembakau. Tentu saja saat berbicara buruh tembakau yang terbayang pastilah sekelompok remaja putri lulusan SMP dan SMK atau ibu muda, syukur-syukur para ibu berusia 40 tahun yang masih dipercaya oleh pabrik untuk bekerja. Merekalah perempuan-perempuan terpilih yang dianggap memiliki kemampuan khusus untuk memproduksi rokok secara cermat, teliti, rajin dan cepat. Bagi masyarakat yang tinggal di sekitar industri rokok atau mitra produksi rokok, menjadi buruh rokok mungkin sebuah pilihan hidup atau bahkan keberuntungan. Dengan berdirinya pabrik-pabrik rokok maka angkatan kerja perempuan akan terserap dalam jumlah banyak. Lambat laun, industrialisasi membuat nilai perempuan di mata masyarakat juga meningkat. Mereka tak hanya seorang perempuan dengan kewajiban manak, masak lan macak . Kini mereka menjadi ‘terbebaskan’ dengan kemandirian ekonomi dari upah menjadi buruh linting pabr...